Bagaimana bila arah qiblat menyimpang?
Dalam Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, hal. 551 (Darul Aqidah), seorang ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah pernah diajukan suatu pertanyaan,
“Jika telah jelas bahwa seorang yang shalat telah menyimpang (bergeser) dari (arah) qiblat, apakah dia harus mengulangi shalat?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“Bergeser sedikit dari arah qiblat tidaklah mengapa kecuali jika seseorang berada di Masjidil Haram. Masjidil Haram adalah qiblat bagi orang yang shalat di sana yaitu langsung menghadap ke Ka’bah. Oleh karena itu, para ulama mengatakan: ‘Barangsiapa memungkinkan menyaksikan Ka’bah, maka wajib baginya untuk menghadap langsung ke Ka’bah. Dan apabila seseorang yang hendak shalat di Masjidil Haram hanya menghadap ke arah Ka’bah (misalnya ka’bah terletak di arah barat dia, lalu dia hanya menghadap ke arah barat, pen) dan tidak menghadap persis ke Ka’bah langsung maka dia wajib mengulangi shalatnya karena shalat yang dia lakukan tidak sah. Hal ini berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla,
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah [2] : 144)
Namun, apabila seseorang berada jauh dari Ka’bah dan tidak mungkin dia melihat (menyaksikan) Ka’bah secara langsung walaupun dia masih berada di kota Mekkah, maka wajib baginya untuk menghadap ke arah Ka’bah dan tidak mengapa kalau bergeser sedikit. Hal ini dapat dilihat pada sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk Madinah,
مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ
“Arah antara timur dan barat adalah qiblat.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan hadits ini shohih. Dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholi dan Misykatul Mashobih bahwa hadits ini shohih)
Dikatakan demikian karena penduduk Madinah menghadap kiblat ke arah selatan. Maka setiap arah yang antara Barat dan Timur maka bagi mereka adalah kiblatnya. Begitu juga dikatakan kepada orang yang shalat menghadap ke Barat (seperti yang berada di Indonesia, pen) bahwa arah yang berada antara selatan dan utara adalah kiblat’.
–Demikian fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah–
Baca Juga: Polemik Arah Kiblat yang Tidak Tepat
***
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com
Diselesaikan di Gunung Kidul, 12 Shofar 1429 Hijriyah (bertepatan dengan 23 Februari 2008)